Sabtu, 24 Desember 2011

PROTES KERAS! KARO BUKAN BATAK!!!

Jikalau diteliti, disetiap penerbitan buku, pasti mempunyai maksud dan tujuan (untuk itu harus disimak secara mendalam, jangan terkecoh terutama mengenai masyarakat karo, dan bagaimanapun kejadiannya kita sendiri sebenarnya yang merasakannya  sebagai orang karo, sedangkan penerbit dan pengarang buku tersebut bukan orang Karo, malah mungkin dia memahaminya secara mendalam dan dipastikan hanya bagian luarnya saja. Selain itu apa yang melatar belakangi pembuatan buku itu sendiri tentunya ada maksud tujuan tertentu, mau diarahkan kemana benak yang membacanya sehingga persepsinya menjadi lain dalam mengenal masyarakat Karo yang dia uraikan tersebut, sesuai dengan yang hendak dia ingin paparkan.

Dapat kita rasakan dampaknya bahwa sampai saat ini dimanapun kita berada bagi masyarakat Indonesia sampai ke jajaran pemerintahan sampai kepucuk pimpinan Pusat sapaan kepada kita orang karo disapa sebagai orang Batak bahkan dilingkungan legislatif oleh pejabat-pejabat pemerintah sapaan itu selalu muncul.

Tidak cuma sampai disitu, namun pada bidang pendidikan, bertemu para pendidik/guru-guru, maka ternyata di sapanya juga kita sebagai orang Batak, di RT/RW kantor-kantor lainnya. Mereka tidak mengenal orang Karo. Saya tidak merasa lega dengan sapaan atupun ungkapan itu, akan tetapi merupakan kenyataan bahwa Kebudayaan Masyarakat Karo, bahasa Karo, Aksara Karo, Merga- Merga SILIMA di Karo, Sastra Karo, Jenis Pakaian Karo, Lagu- lagu Karo, Makanan Khas Karo, Adat Istiadat karo, Salam Mejuah- juah dari karo masih sangat kurang dikenal masyarakat suku- suku lain di Indonesia, bahkan  penulis serta peneliti Eropa, Amerika, dan Asia juga demikian.

Tapi masyarakat karo janganlah sakit hati dan minder (tidak percaya diri) terhadap keadaan ini, tapi inilah kenyataan yang harus kita hadapi dengan penuh kedewasaan dan kita di tuntut untuk semakin mengekspresikan budaya kita yang seharusnya dan yang sebenarnya.

Siapakah yang menyapa dan menyebut masyarakat Karo itu sebagai  Batak Karo? Mengapakah  dalam bahasa asing ada organisasi  keagamaan menyebut wadahnya Batak Karo?
Benarkah para peneliti, pengarang, penulis menyakini akan tulisannya pada karyanya itu bahwa bahasa Toba hanya lain logat dengan bahasa Karo? Demikian pula alat kelengkapan buah akalnya  dalam  kebudayaan cukup jauh bedanya, akan tetapi mengapa suka disama-sama kan?

Dari mana asal muasal Karo? Apakah menurut etimologi bahasa oleh peneliti dari Eropa, Amerika, Asia, dan Pribumi? Betulkah penulisan dalam buku antropologi bahwa Batak itu sebuah Suku Batak? atau Ras? Apakah  dasarnya disebutkan Suku Batak terdiri dari Sub Suku, yaitu Suku Karo, Toba,  Pakpak, Simalungun, Angkola, dan Mandailing ?

Apakah benar Suku  Batak itu terdiri dari banyak logat-logat bahasa, yaitu logat Karo, logat Toba, logat Pak pak, logat Simalungun, logat Angkola, dan logat Mandailing?
Benarkah hanya perbedaan logat? Bukankah ini merupakan sebuah perbedaan bahasa? Pernahkah diuji kebenarannya bahwa ini hanya cuma perbedaan logat-logat saja? Disadarikah oleh masyarakat luas bahwa bahasa Karo adalah  bahasa kesatuan orang karo terdiri dari logat Gunung/Karo Jahe, logat Kenjulu, logat Jahe-jahe?
Ketiga logat dalam  bahasa Karo ini, jika diuji didalam satu pesta adat perkawinan yang rumit dan unik, maka mereka akan tetap memakai bahasa Karo dengan logat-logat yang berbeda. Namun dalam suatu pesta perkawinan seorang Karo dengan seorang Toba, atau dengan seorang Mandailing, atau Pak-Pak, atau seorang Simalungun atau seorang dari Angkola merundingkan emas kawin dalam sebuah adat?
Mengapa demikian? Bukankah hal ini suatu bukti bahwa bukan cuma perbedaan logat diantara bahasa Karo, Toba, Simalungun, Pak-Pak, Angkola, dan Mandailing? Akan tetapi benar perbedaan bahasa yang tidak saling mengerti. Karena perbedaan bahasa  tersebut agar tidak merusak jalannya musyawarah pada sebuah pesta, maka dipakailah bahasa Indonesia. Jika yang mengerti satu tiga orang, itu bukan ukurannya. Sama juga kalau ada satu dua kata bahasa serupa, bukan ukuran satu ras, demikian juga nama.
Jika ditelusuri dan diteliti Dalikan di rumah asli orang Karo, maka daliken itu ada 5 (lima). Oleh sebab itu saya tidak mengerti, jikalau Rakut Si Telu, disamakan dengan Dalihan Na Tolu dan apabila dilaksanakan atau di sama-samakan, dalam pelaksanaan adat perkawinan  orang Karo, apa yang dimaksudkan RAKUTNA SI TELU dengan DALIHAN NA TOLU, sangat mungkin kacau balau, karena rumusannya sangat berbeda.
Contohnya teori TRIAS POLITICA oleh Montesque jika disama-samakan dengan PANCASILA, sebagai dasar Negara yang di anut oleh Pemrintah, akan sangat berbeda (?). Begitu juga  mengenai tutur, dimana pada Masyarakat Karo  sangat tebal artinya “garis ayah” dan “garis ibu” sebab dilaksanakan secara berbarengan (Parental atau Bilateral). Jadi bukan  hanya Patrilineal akan tetapi juga Matrilineal.




5 komentar:

  1. Patatmu nak...
    kai ngo bahanmu man tanah karo...?
    adi ngo lit karya-am, e maka banci ko ngerana...
    mbuesa cakap mu ena...
    adi tuhu ko kalak karo, kai ngo bahanmu man tanah karo?
    cakap labo lako pal, ena propokator gelarna...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tulisenku enda, tulisen anak usia 15 tahun (2011). Gundari, enggo tahun 2021.
      Aku secara sadar menulis kerna si e. Mungkin, secara judul, agak kontroversial, adi gundari bas tahun 2021, judul-judul berita, video, melala si bagena rupana, istilahna clickbait segelahna kalak penasaran.

      Gundari, persis 15 Des 2021, la ku sangka, ku ketik gelarku, kepeken lit tulisan si bagena rupana, aku pe hampir lupa. Ku oge ka ulihi, maka persis ku inget, tulisenka ena ku tulis sanga ngoge salah sada buku Darwin Prist kerna Kebudayaan Karo. Saja, sanga ku oge komentarndu si bagena rupana, morah kel ate, kepeken bage, denga Kalak Karo ndai, berbeda pendapat, mis sergangi ndu, cakapndu pe bagi kalak la berpendidikanl Ula kam papak teman.

      Kai nggo si ku bahan man Tanah Karo? Lenga lit.
      Kai si nggo ku lakoken mana Karo? Lit. Menjadi sekalak Karo si berbudaya, beretika, meteh ranan si mehuli.

      Jadi, mari, berbahasalah yang baik.

      Hapus
  2. Saya juga orang Sunda merasa aneh, kok Suku Karo dibilang Batak,,,? Apa orang2 gak melihat perbedaan bahasanya,,,? Pakaian Adatnya,,,? Upacara Adatnya,,,? Budayanya,,,? Sungguh aneh bin Ajaib, bila orang Karo, dibilang orang Batak.

    BalasHapus
  3. VARIASI GENETIK SUKU BATAK YANG TINGGAL DI KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG BERDASARKAN TIGA LOKUS MIKROSATELIT DNA AUTOSOM

    INTISARI: Penelitian tentang variasi genetik menggunakan tiga lokus mikrosatelit DNA D2S1338, D13S317 dan D16S539 dilakukan untuk memperoleh ragam alel pada 76 sampel suku Batak yang tidak berhubungan keluarga yang tinggal di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Sampel DNA diektraksi dari darah menggunakan metode fenol-khloroform dan presipitasi etanol. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode PCR (SuperMix, Invitrogen). Ditemukan sebanyak 14 alel pada lokus D2S1338, 10 alel pada lokus D13S317 dan 8 alel pada lokus D16S539. Ketiga lokus menunjukkan keragaman genetik yang tinggi baik pada masing-masing lokus maupun pada pada masing-masing sub-suku Batak dengan keragaman genetik sebesar 0,8637 pada sub-suku Batak Toba, 0,7314 pada sub-suku Batak Karo dan 0,7692 pada sub-suku Batak Simalungun.

    Kata kunci: DNA mikrosatelit, Suku Batak, keragaman genetik, frekuensi alel, heterozigositas

    Penulis: YOSSY CAROLINA UNADI, INNA NARAYANI, I KETUT JUNITHA

    Sumber:
    http://www.e-jurnal.com/2013/10/variasi-genetik-suku-batak-yang-tinggal.html

    BalasHapus
  4. Andikoh, kepeken, labo sada, dua kalak kepeken si berkomentar, duana hanya terjeng mandangi, tidak cerdas secara bahasa.

    Aku SD, la Impres pal. Keuntungenku, cakapku banci i pertanggungjawabken, labo hanya terjeng belas-belasi saja. Adi tuhu kin kam Kalak Karo, mela lah kam sesama kita pe, argumenndu bagi kalak si la sekolah, kepeken kam kap bagi sikatakenndu e bas komentar.

    BalasHapus